Senin, 03 September 2007

Pemimpin yang Karismatik


Masalah kepemimpinan merupakan topik yang sangat menarik untuk terus dibicarakan, didiskusikan dan dikaji sepanjang abad ini. Hal ini tidak aneh karena sejak adanya manusia dimuka bumi ini sejak zaman Adam hingga sekarang manusia selalu bersentuhan dengan yang namanya kepemimpinan. Kenapa? Karena manusia, sebagai makhluk sosial, selalu hidup berkelompok, saling berinteraksi dan mempunyai tujuan bersama yang akan dicapai. Tujuan antara manusia satu dan lainnya tentu saja berbeda, tetapi ada satu atau beberapa tujuan bersama yang menyatukan kelompok manusia tersebut sehingga mereka bersatu dan bersama-sama bekerja untuk mencapai tujuan bersama tersebut. Terus, dimana dong urgensinya mengenai kepemimpinan? Nah, untuk mencapai tujuan bersama tersebut diperlukan seorang pemimpin yang bisa memimpin, mengkoordinir dan memandu kelompok manusia tersebut agar bekerja lebih efektif dan efisien. Makanya tidak aneh kalau setiap kelompok manusia selalu mempunyai pemimpinnya sendiri-sendiri, baik dari pemimpin sekelas pemimpin RT, pemimpin kampung, pemimpin desa maupun pemimpin negara, bahkan pemimpin dunia sekalipun. Seperti Pak Karmin ketua RT saya, Pak Sri Sultan gubernur kita, Pak SBY presiden kita hingga Raja Iskandar Agung (the Great Alexander) pemimpin dunia pada masanya, bahkan saya sendiri adalah juga seorang pemimpin buat istri dan anak-anak saya (kecuali yang belum nikah lho…contohnya Mas Farhan + Mas Wahju di kelas kita yang belum juga laku-laku).
Jadi jelas bahwa tiap-tiap kelompok manusia dari level keluarga hingga level dunia sekalipun pasti membutuhkan seorang pemimpin. Yang menjadi pertanyaan sekarang, kenapa ada pemimpin yang sukses dalam memimpin kelompoknya, sebagai contoh adalah Fatahillah (Falatehan) yang sukses memimpin pasukan perangnya menyerbu Batavia dan mendirikan kota Jayakarta atau dalam lingkup yang kecil adalah keberhasilan Pak Karmin dalam memimpin warga RT-nya sehingga RT tersebut bersih, aman, makmur dan penuh keakraban. Disisi lain kenapa ada pemimpin yang gagal dan buruk hasilnya dalam memimpin kelompoknya, sebagai contoh adalah Gamal Abdul Nasser presiden Mesir yang membawa Negara Mesir ke kancah perpecahan diantara rakyatnya dan menjadikan ekonomi Mesir makin parah, atau dalam lingkup lebih kecil lagi adalah si Situmorang (maaf…bukan sara lho ya..) yang menjadikan keluarganya seperti hidup dalam neraka karena ulah Situmorang yang tidak bertanggung jawab, pemabuk, penjudi, suka memukul istri, menghajar anaknya dan tidak pernah memberikan nafkah buat keluarga yang dipimpinnya.
Jawaban atas persoalan diatas dapat ditemukan dalam bahasan mengenai masalah kepemimpinan. Gaya memimpin dan perilaku pemimpin merupakan dua hal yang sangat menentukan keberhasilan dalam memimpin kelompoknya.
Menurut teori ciri kepemimpinan, ciri kepribadian, sosial, fisik dan intelektual yang menentukan keberhasilan seorang pemimpin. Berdasarkan riset yang telah dilakukan para ahli, terdapat 6 (enam) ciri pemimpin yang menentukan keberhasilan dalam memimpin, yaitu adanya ambisi dan energi, hasrat untuk memimpin, kejujuran dan integritas, percaya diri, kecerdasan dan pengetahuan yang relevan dengan pekerjaan. Kesimpulan yang dapat diambil, menurut teori ciri ini, bahwa kepemimpinan cenderung merupakan bakat yang diturunkan melalui gen. Jika anda berasal dari keluarga pemimpin atau ada garis keturunan dari pemimpin sukses maka berbahagialah!! Anda punya kemungkinan untuk jadi seorang pemimpin juga! Tapi jangan harap anda dapat menjadi pemimpin yang sukses jika bukan berasal dari keturunan orang-orang yang punya bakat jadi seorang pemimpin.
Sedangkan menurut teori perilaku, kepemimpinan merupakan suatu hal yang dapat dipelajari. Jika anda bukan berasal dari keluarga pemimpin atau keturunan dari para pemimpin sukses maka jangan berkecil hati! Anda masih punya harapan untuk menjadi seorang pemimpin yang sukses, asalkan anda mau mempelajari segala sesuatu yang diperlukan untuk menjadi seorang pemimpin yang sukses. Jadi menurut teori perilaku ini, kita dapat mencetak para pemimpin handal melalui metode pelatihan tertentu, sebanyak jumlah yang dibutuhkan.
Ada satu hal lagi yang menurut penulis sangat menentukan keberhasilan seorang pemimpin, yaitu karisma. Karisma adalah suatu pesona seorang pemimpin dimata konstituennya yang menjadikan mereka mau dan dengan senang hati dipimpin oleh pemimpin tersebut.
Terdapat perbedaan pendapat terkait dengan karisma ini. Pendapat pertama mengatakan bahwa karisma seorang pemimpin berasal dari “sono”nya, artinya karisma tersebut muncul pada seorang pemimpin karena faktor keturunan. Sebagai contoh, seorang Megawati Sukarno Putri dianggap memiliki karisma yang besar dimata pendukungnya. Karisma ini cenderung berasal dari orangtuanya yaitu Presiden Soekarno, presiden pertama RI. Mustahil Megawati bisa menjadi seperti sekarang ini jika dia bukan putri dari Soekarno. Contoh lainnya adalah Gus Dur, presiden RI ke empat, yang dianggap punya karisma luar biasa bagi pendukungnya sehingga mereka rela mati untuk membela sang kiayinya. Tidak bisa dipungkiri juga bahwa Gus Dur mempunyai nama besar dilingkungan NU terutama karena dia adalah cucu dari KH Hasyim Asyhari, ulama NU yang sangat legendaris dikalangan nahdliyyin. Contoh lainnya lagi adalah Macapagal Arroyo, Presiden Filiphina, anak dari presiden Filiphina sebelumnya atau George W Bush Yunior, Presiden Amerika Serikat, merupakan anak dari presiden Amerika sebelumnya yaitu George Bush Senior. Merupakan bukti yang dapat dipertanggung jawabkan dengan adanya kenyataan bahwa sebagian besar tokoh tokoh yang pernah memimpin dunia atau negara dari dulu hingga sekarang ini, merupakan keturunan dari pemimpin-pemimpin besar juga.
Pendapat kedua menyatakan jika karisma itu dapat dibentuk dan diciptakan. Menurut pendapat ini seorang pemimpin karismatik adalah seorang pemimpin yang mempunyai pribadi yang menarik, mencintai rakyatnya dan memperjuangkan aspirasi rakyat yang dipimpinnya. Untuk menjadi seorang pemimpin yang karismatik, setiap orang punya peluang untuk meraihnya. Caranya bermacam-macam, bisa dengan usaha pribadi untuk membentuk perilaku sebagaimana seorang pemimpin karismatik ataupun dengan cara pembentukan opini tentang kekarismaan seseorang yang ingin dimunculkan sebagai pemimpin karismatik. Pembentukan opini ini dapat efektif dilakukan dengan bantuan media masa untuk kondisi sekarang, sedangkan pada masa dahulu dilakukan dengan “gethok tular” dari mulut ke mulut yang dibumbui dengan cerita tentang kepahlawanan, kesaktian ataupun kelebihan-kelebihan lainnya yang dipunyai oleh pemimpin tersebut. Contoh yang paling bagus adalah kisah presiden kita sebelum Pak SBY, yaitu Megawati Soekarno Putri. Nama Megawati mulai naik daun setelah kasus Juli 1997. Pada saat Megawati ditarik oleh Soerjadi, Ketua Umum PDI saat itu, untuk menjadi anggota PDI pada tahun 80-an dengan maksud untuk mendongkrak perolehan suara PDI, Megawati bukan siapa-siapa. Saat itu hanya sedikit yang tahu bahwa dia adalah putri dari bekas presiden RI, yaitu Soekarno. Saat itu Megawati tak lebih hanya sebagai seorang ibu rumah tangga biasa, istri dari Taufik Kiemas, seorang pengusaha pompa bensin. Tetapi setelah kasus Juli 1997 nama Megawati di blow-up oleh media massa, diposisikan sebagai orang yang tertindas, dianggap sebagai pemimpin oposisi terhadap pemerintahan orba. Karena bantuan opini media massa itulah nama Megawati menjadi besar, ditempatkan sebagai pemimpinnya “wong cilik” yang sangat karismatik, yang akhirnya bisa meraih posisi sebagai presiden RI kelima. Contoh yang kedua adalah presiden kita saat ini, yaitu Pak SBY. Beliau menjadi terkenal terutama adalah pada saat beliau menjadi menteri pada era presiden Megawati. Beliau di blow-up oleh media masa sebagai orang yang tertindas oleh Sang Presiden. Tetapi justru inilah yang menjadikan beliau makin mendapatkan simpati dari rakyat.
Dari kedua pendapat tersebut diatas masih menimbulkan beberapa pertanyaan. Misalnya, bagaimana dengan kasus Hitler, seorang penguasa militer yang kejam, tetapi dicintai oleh pengikutnya? Atau Napoleon Bonaparte, sang diktator, yang juga dipatuhi oleh para serdadunya? atau Presiden Soekarno yang diakhir kekuasaannya dekat dengan dengan PKI dan dimasa kekuasaannya ekonomi morat marit, inflasi ratusan bahkan ribuan persen tetapi sangat dikagumi dan dipuja oleh para pengikutnya? Sedangkan berdasarkan teori diatas, seorang pemimpin karismatik haruslah seorang yang mempunyai pribadi menarik serta memperjuangkan aspirasi rakyat yang dipimpinnya?
Untuk memberikan jawaban atas pertanyaan diatas, penulis mempunyai pendapat berkaitan dengan pemimpin karismatik. Karisma sebenarnya dapat dibedakan atas 2 (dua) hal, yaitu :
Karisma yang sebenarnya (asli)
Yang dimaksud dengan karisma yang sebenarnya adalah kondisi riil tentang pesona pribadi seorang pemimpin. Pesona pribadi ini dikaitkan dengan kepribadian yang mengesankan, penampilan fisik yang menarik, daya empati kepada konstituennya, kedekatan dan keakraban dengan rakyatnya, pengorbanan nya dan memperjuangkan aspirasi pengikutnya.
Contoh riil karisma yang sebenarnya melekat pada pemimpin ini adalah kisah Nabi Musa. Bagaimana Nabi Musa sangat dicintai oleh Bani Israil, pengikutnya, karena pengorbanan dan perjuangan beliau dalam membela rakyat yang dipimpinnya. Contoh lain adalah kisah Panglima Besar Jenderal Soedirman, sang panglima perang bangsa Indonesia dalam melawan penjajahan Belanda era tahun 40-an, yang sangat dekat dengan rakyat dan dicintai oleh rakyatnya. Kenapa beliau sangat dicintai oleh rakyat? Karismanya memancar karena pribadi beliau yang menarik, penuh empati dengan rakyat, dan perjuangan beliau demi rakyat yang dipimpinnya dalam melepaskan diri dari penjajahan Belanda. Atau contoh lain lagi adalah cerita tentang tetangga saya yang bernama Pak Yusuf, penjaga masjid kampung saya. Walaupun beliau bukan orang terkenal tetapi beliau orang yang sangat baik. Wajahnya tampan dan berseri-seri, selalu murah senyum, ringan tangan, gaya bicaranya mempesona, empati dengan tetangga, bertanggung jawab dan mempunyai talenta kuat untuk memimpin. Sehingga semua orang kampung hormat, cinta dan menyayanginya.
Karisma imitasi
Yang dimaksud dengan karisma imitasi adalah karisma yang berusaha dilekatkan pada seseorang dengan berbagai macam cara walaupun sebenarnya orang tersebut tidak mempunyai kekuatan kepribadian yang memancarkan karisma yang sesungguhnya. Jadi sebenarnya orang tersebut tidak mempunyai sifat-sifat pribadi yang memunculkan karisma, tetapi dengan bantuan orang lain dan dengan cara-cara tertentu berusaha dipublikasikan kepada pengikut atau rakyatnya tentang karisma tokoh tersebut. Untuk kondisi sekarang, cara yang paling efektif adalah dengan memanfaatkan jaringan media massa secara intens.
Contoh untuk kondisi ini adalah kisah Megawati Soekarno Putri. Secara jujur kita mengetahui bahwa secara riil sebenarnya Megawati tidak memiliki karisma yang sebenarnya. Beliau tidak mempunyai kekuatan pribadi yang memancarkan pesona karisma sebagai seorang pemimpin. Namun dalam kondisi nyata beliau dianggap sebagai seorang pemimpin yang mempunyai karisma sangat besar di mata rakyatnya. Mengapa hal ini dapat terjadi? Jawabannya jelas, bahwa karisma ini merupakan karisma imitasi yang secara sengaja berusaha dilekatkan pada figur Megawati dengan bantuan media massa sebagaimana yang telah penulis paparkan diatas. Begitu juga dengan kasus kekarismaan Gus Dur yang juga berusaha dilekatkan pada tokoh tersebut dengan diembel-embeli cerita tentang ke”wali”an Gus Dur.
Dari penjelasan diatas yang membedakan antara karisma yang sebenarnya dan karisma imitasi tersebut, dapat dijelaskan pertanyaan diatas mengenai karisma Hitler, Napoleon Bonaparte, dan tokoh-tokoh lainnya. Kesimpulannya tokoh-tokoh tersebut dianggap mempunyai karisma tinggi di mata pengikutnya, padahal itu hanyalah karisma imitasi yang berusaha dilekatkan dengan berbagai macam cara.
Setelah pembahasan mengenai karisma tersebut, sekarang muncul lagi beberapa pertanyaan terkait dengan karisma dan kepemimpinan. Pertanyaannya adalah, apakah seorang pemimpin yang sukses itu harus mempunyai karisma yang tinggi? Dan apakah seseorang yang mempunyai karisma yang tinggi itu bisa menjadi seorang pemimpin yang terkenal?
Seorang pemimpin tidak harus mempunyai karisma yang tinggi. Karisma hanyalah salah satu dari syarat untuk menjadi pemimpin. Bisa jadi seseorang menjadi pemimpin hanya karena faktor keturunan yang mewarisi kepemimpinannya dari orangtuanya, misalnya kasus tentang para raja zaman dahulu yang umumnya mewariskan tahtanya kepada anaknya. Atau bisa juga seseorang menjadi pemimpin karena secara kebetulan saja.
Belum tentu juga seseorang yang mempunyai karisma yang tinggi dapat menjadi pemimpin yang sukses. Karena kepemimpinan bukan hanya ditentukan oleh karisma saja. Sebagai contoh adalah kisah Pak Yusuf diatas. Secara pribadi beliau mempunyai karisma yang tinggi, tetapi beliau bukan seorang tokoh atau pemimpin, dia hanyalah seorang penjaga masjid.
Jika seseorang mempunyai karisma tinggi dan memegang jabatan sebagai seorang pemimpin, dia mempunyai peluang yang besar untuk menjadi seorang pemimpin yang sukses. Namun diatas pemimpin yang sukses masih ada level yang lebih tinggi lagi buat pemimpin yang sukses, yaitu menjadi seorang pahlawan. Seorang pahlawan mempunyai jasa yang sangat besar terhadap rakyatnya dan akan terus diingat oleh rakyat yang dipimpinnya hingga beberapa generasi bahkan akan terus hidup dihati generasi sesudahnya. Untuk menjadi seorang pahlawan tidak cukup dengan syarat-syarat menjadi pemimpin diatas, namun diperlukan kondisi khusus yang akan dapat menjadikan seorang pemimpin itu pahlawan. Sejarah hanya menyediakan sedikit peluang dan kesempatan buat para pemimpin untuk menjadi seorang pahlawan
Andakah Sang Pahlawan itu ????
Catatan : tulisan ini dibuat secara obyektif dan murni untuk kepentingan akademis tanpa bermaksud untuk menyudutkan atau memberikan stigma kepada seseorang atau sekelompok masyarakat tertentu.
Prepared by Mas Aris (disarikan dari berbagai sumber)

5 Comments:

Anonim said...

menarik, cukup bisa bkn panas kuping..he2

1 lagi coba baca buku tentang psikologi. teori perilaku t apa?apa bener-bener bisa dibentuk??

maap ye jangan tersinggung lho kan biar bapak baca buku

Anonim said...

narsis deh,ga salah tuh
hi..hi..
tidak mencerminkan apa yang ditulis dengan orang yang difoto
ga banget deh
amit2 deh
ampun deh
tobat deh
ga deh
ga banget
aris gitu lhoh!!!!!!!!

Anonim said...

ga kok...
nurutku sih emang sesuai antara gambaran artikel dengan fotonya,cocok banget deh ma fotone mas aris.
cuma sayangnya kayaknya ga sesuai deh ma aslinya he...he...

Anonim said...

wah..tulisannya mendiskreditkan orang nih. penulis nya pendukung partai mana ni ya

arissetyadi said...

maaf kepada pembaca sekalian.
Penulis bukan partisipan partai manapun. jadi tulisan ini murni untuk kajian akademis. mohon maaf kalau tulisan ini menyinggung anda sebagai pendukung salah satu partai tersebut. sekali lagi, penulis tidak pernah bermaksud untuk mendiskreditkan pihak manapun. terima kasih..

 

© blogger beta templates | Webtalks